Welcome To

Welcome To
Tampilkan postingan dengan label sejarah dan biografi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sejarah dan biografi. Tampilkan semua postingan
Dibentuk 16 April, 1952 - kini
Negara : Indonesia
Cabang :TNI Angkatan Darat
Tipe : Pasukan khusus
Spesialis : Anti-teror,
Kekuatan : Rahasia
Bagian dari Tentara Nasional Indonesia
Julukan : Kopassus
Moto : Berani, Benar, Berhasil
Warna : Baret merah

Komando Pasukan Khusus yang disingkat menjadi Kopassus adalah bagian dari Bala Pertahanan Pusat yang dimiliki oleh TNI Angkatan Darat yang memiliki kemampuan khusus seperti bergerak cepat di setiap medan, menembak dengan tepat, pengintaian, dan anti teror.

Dalam perjalanan sejarahnya, Kopassus berhasil mengukuhkan keberadaannya sebagai pasukan khusus yang mampu menangani tugas-tugas yang berat. Beberapa operasi yang dilakukan oleh Kopassus diantaranya adalah operasi penumpasan DI/TII, operasi militer PRRI/Permesta, Operasi Trikora, Operasi Dwikora, penumpasan G30S/PKI, Pepera di Irian Barat, Operasi Seroja di Timor Timur, operasi pembebasan sandera di Bandara Don Muang-Thailand (Woyla), Operasi GPK di Aceh, operasi pembebasan sandera di Mapenduma, serta berbagai operasi militer lainnya. Dikarenakan misi dan tugas operasi yang bersifat rahasia, mayoritas dari kegiatan tugas daripada satuan KOPASSUS tidak akan pernah diketahui secara menyeluruh. Contoh operasi KOPASSUS yang pernah dilakukan dan tidak diketahui publik seperti: Penyusupan ke pengungsi Vietnam di pulau Galang untuk membantu pengumpulan informasi untuk di kordinasikan dengan pihak Amerika Serikat (CIA), penyusupan perbatasan Malaysia dan Australia dan operasi patroli jarak jauh (long range recce) di perbatasan Papua nugini.
Prajurit Kopassus dapat mudah dikenali dengan baret merah yang disandangnya, sehingga pasukan ini sering disebut sebagai pasukan baret merah. Kopassus memiliki moto Berani, Benar, Berhasil.

Sejarah Kopassus

Sejarah kelahiran Komando Pasukan Khusus sebagai satuan tidak terlepas dari rangkaian bersejarah dalam kehidupan bangsa Indonesia, pada bulan Juli 1950, timbul pemberontakan di Maluku oleh kelopok yang menamakan dirinya RMS (Republik Maluku Selatan). Pimpinan Angkatan Perang RI saat itu segera mengerahkan pasukan untuk menumpas gerombolan tersebut. Operasi ini dipimpin langsung oleh Komando Tentara Territorium III/Siliwangi (Kesko TT) Kolonel A.E Kawilarang, sedangkan sebagai Komandan Operasinya ditunjuk Letkol Slamet Riyadi.

Operasi ini memang berhasil menumpas gerakan pemberontakan, namun dengan korban yang tidak sedikit dipihak TNI. Setelah dikaji ternyata dalam beberapa pertempuran, musuh dengan kekuatan yang relatif lebih kecil sering kali mampu menggagalkan serangan TNI yang kekuatannya jauh lebih besar. Hal ini ternyata bukan hanya disebabkan semangat anggota pasukan musuh yang lebih tinggi atau perlengkapan yang lebih lengkap, namun juga taktik dan pengalaman tempur yang baik didukung kemampuan tembak tepat dan gerakan perorangan.

Peristiwa inilah yang akhirnya mengilhami Letkol Slamet Riyadi untuk mempelopori pembentukan suatu satuan pemukul yang dapat digerakkan secara cepat dan tepat untuk menghadapi berbagai sasaran di medan yang bagaimanapun beratnya.

Melalui Instruksi Panglima Tentara dan Teritorial III No. 55/ Inst / PDS /52 tanggal 16 April 1952 terbentuklah KESATUAN KOMANDO TERITORIUM III yang merupakan cikal bakal “ Korps Baret Merah ”. Sebagai Komandan pertama dipercayakan kepada Mayor Mochamad Idjon Djanbi, mantan kapten KNIL Belanda kelahiran Kanada, yang memiliki nama asli Kapten Rokus Bernardus Visser yang pernah bergabung dengan Korps Special Troopen dan pernah bertempur dalam perang dunia II.

Dalam perjalanan selanjutnya satuan ini beberapa kali mengalami perubahan nama diantaranya Kesatuan Komando Angkatan Darat (RPKAD) pada tahun 1953, Resimen Pasukan KOmando Angkatan Darat) pada tahun 1952, selanjutnya pada tahun 1955 berubah menjadi Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD). Pada tahun 1966 satuan ini kembali berganti nama menjadi Pusat Pasukan Khusus TNI AD (PUSPASSUS TNI AD), berikutnya pada tahun 1971 nama satuan ini berganti menjadi Komando Pasukan Sandi Yudha (KOPASSANDHA). Pada Tahun 1985 satuan ini berganti nama menjadi Komando Pasukan Khusus (KOPASSUS) sampai sekarang.Pada tanggal 9 Februari 1953, Kesko TT dialihkan dari Siliwangi dan langsung berada di bawah Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD)

Kopassus Pasukan ELit Terbaik ke-3 sedunia

Discovery Channel Military edisi Tahun 2008 pernah membahas tentang pasukan khusus terbaik di dunia (TOP ELITE SPECIAL FORCES IN THE WORLD). Seluruh pasukan khusus didunia dinilai kinerjanya dengan parameter menurut pendapat dari berbagai pengamat bidang militer dan ahli sejarah. Posisi pertama di tempati SAS (Inggris), peringkat kedua MOSSAD (ISRAEL) lalu peringkat ketiga adalah KOPASSUS (Indonesia). Narator dari Discovery Channel Military menjelaskan mengapa pasukan khusus dari amerika tidak masuk peringkat terhormat. Itu karena mereka terlalu bergantung pada peralatan yang mengusung teknologi super canggih, akurat dan serba digital. Pasukan khusus yang hebat adalah pasukan yang mampu mencapai kualitas sempurna dalam hal kemampuan individu. Termasuk didalamnya kemampuan bela diri, bertahan hidup, kamuflase, strategi, daya tahan, gerilya, membuat perangkap, dan lain2nya. Kemampuan yang tidak terlalu mengandalkan teknologi canggih dan Skill di atas rata-rata pasukan luar Elit luar negeri lainnya menjadi nilai plus dari KOPASSUS.Itu pula yang menimbulkan anggapan 1 prajurit KOPASSUS setara dengan 5 prajurit reguler.

Mungkin karena itu pula kenapa sekitar Tahun 90-an Amerika Serikat keberatan dan Australia ketakutan ketika Indonesia akan memperbesar jumlah anggota Kopassus.


Info lain tentang Kopassus

Kemampuan:

- Harus bisa idup selama 1 minggu dan tidak terdeteksi tapi juga bisa sampai ke target yang ditentukan cuman bermodal pisau di hutan pedalaman kalimantan (menurut beberapa sumber)
- Harus memiliki kulit yg kebal terhadap sayatan senjata tajam (ini gak ngerti rumor dari mana)
- Kalau lagi off-duty harus punya personality and fisik yg tidak seperti anggota militer tapi mampu mengemban tugas kopassus

Definisi masuk Pasukan Khusus Indonesia pada umumnya, dan Kopassus pada Khususnya memang begitu berat & ketat, semua bersumber pada 1 kata, “UNTUK MENJAGA BUMI PERTIWI / NKRI”. Makanya salah satu anggota Pasukan Khusus (didikan Kopassus) dari Kamboja pernah mengatakan Pendidikannya seperti ga kebayang dalam fikiran manusia, dalam Jungle Survival aja, Kopassus memiliki segudang cara untuk memasuki hutan yang lebat & liar, cara membuat jebakan pun lebih simpel tapi lebih mematikan dari jebakan Vietnam.

Itu makanya tentara Australia & Amerika sempet kwalahan saat sparing dengan Kopassus di Hutan Sulawesi yang medannya berupa Gunung & Dataran Tinggi, saat itu Tentara US hanya bisa bilang “Kami seperti di Neraka Hitam”. Selepas dari itu dengan surat Diplomasi Dephan AS & Ausralia keberatan dengan keberadaan Kopassus dan dengan meminta Kopassus jangan diperbanyak jumlahnya. Ini yang ga diterima Indonesia, karena permintaan dan alasan yang ga masuk akal dan sangat jelas-jelas ga berdasar. tapi akhirnya Indonesia tetap pada pendiriannya bahwa keberadaan Kopassus merupakan unsur milik TNI yang harus ada dan tidak akan di hilangkan dari kesatuan TNI sampai sekarang. Dan yang pernah diketahui, Anggota Kopassus memang kasat mata dan ga dipublikasikan. Tapi menurut data CIA Kopassus Indoensia pada th 1995 berjumlah 7000 personel aktif, yang tersebar di seluruh Nusantara.

sumber : wikipedia



Baca Selengkapnya....
Banyak orang bertanya kenapa di bandung tidak ada jalan gajah mada atau hayam wuruk. Dibalik pertanyaan tersebut, tersimpan suatu fakta yang mungkin cukup membuat kita terkejut dan merasa miris. Semuanya dimulai setelah terjadinya perang bubat. Perang Bubat adalah perang yang terjadi pada masa pemerintahan raja Majapahit. Namun, dampak dari persitiwa tersebut masih terasa dampaknya terutama untuk masyarakat sunda dan jawa. Cerita bermulai ketika Hayam Wuruk dengan Mahapatih Gajah Mada yang saat itu sedang melaksanakan Sumpah Palapa. Persitiwa ini melibatkan Mahapatih Gajah Mada dengan Prabu Maharaja Linggabuana dari Kerajaan Sunda di Pesanggrahan Bubat pada tahun 1357 M. Peristiwa ini diawali dari niat Prabu Hayam Wuruk yang ingin memperistri putri Dyah Pitaloka Citraresmi dari Negeri Sunda. Konon ketertarikan raja Hayam Wuruk terhadap putri Citraresmi karena beredarnya lukisan putri Citraresmi di Majapahit yang dilukis secara diam-diam oleh seorang seniman pada masa itu, Sungging Prabangkara. Namun catatan sejarah Pajajaran yang ditulis Saleh Danasasmita dan Naskah Perang Bubat yang ditulis Yoseph Iskandar menyebutkan bahwa niat pernikahan itu adalah untuk mempererat tali persaudaraan yang telah lama putus antara Majapahit dan Sunda. Di mana Raden Wijaya yang menjadi pendiri kerajaan Majapahit adalah keturunan Sunda dari Dyah Lembu Tal yang bersuamikan Rakeyan Jayadarma menantu Mahesa Campaka. Rakeyan Jayadarma sendiri adalah kakak dari Rakeyan Ragasuci yang menjadi raja di Kawali. Hal ini juga tercatat dalam Pustaka Rajyatajya i Bhumi Nusantara parwa II sarga 3. Di mana dalam Babad Tanah Jawi sendiri, Wijaya disebut pula Jaka Susuruh dari Pajajaran.


Dengan demikian Prabu Hayam Wuruk memutuskan untuk memperistri Dyah Pitaloka. Atas restu dari keluarga kerajaan, Hayam Wuruk mengirimkan surat kehormatan kepada Maharaja Linggabuana untuk melamar putri Citraresmi dan upacara pernikahan dilangsungkan di Majapahit. Sebenarnya dari pihak dewan kerajaan Negeri Sunda sendiri keberatan, terutama dari Mangkubuminya sendiri Hyang Bunisora Suradipati karena tidak lazim pihak pengantin perempuan datang kepada pihak pengantin lelaki. Suatu hal yang dianggap tidak biasa menurut adat yang berlaku di Nusantara pada saat itu. Selain itu ada dugaan bahwa hal tersebut adalah jebakan diplomatik karena saat itu Majapahit sedang melebarkan kekuasaan (diantaranya dengan menguasai Kerajaan Dompu di Nusatenggara). Namun Maharaja Linggabuana memutuskan tetap berangkat ke Majapahit karena rasa persaudaraan yang sudah ada dari garis leluhur dua Negara tersebut. Maharaja Hayam Wuruk sebenarnya tahu akan hal ini terlebih lebih setelah mendengar dari Ibunya sendiri Tribhuwana Tunggadewi akan silsilah itu. Berangkatlah Maharaja Linggabuana bersama rombongan ke Majapahit dan diterima serta ditempatkan di Pesanggrahan Bubat

Kesalahpahaman Mahapatih Gajah Mada (dalam tata Negara sekarang disejajarkan dengan Perdana Menteri) menganggap bahwa kedatangan rombongan Sunda di Pesanggrahan Bubat merupakan suatu tanda bahwa Negeri Sunda harus berada di bawah panji Majapahit sesuai dengan Sumpah Palapa yang pernah dia ucapkan pada masa sebelum Hayam Wuruk naik tahta. Beliau mendesak Raja Hayam Wuruk untuk menerima Putri Citraresmi bukan sebagai pengantin tetapi sebagai tanda takluk Negeri Sunda dan mengakui superioritas Majapahit atas Sunda di Nusantara. Maharaja Hayam Wuruk sendiri bimbang atas permasalah itu karena Gajah Mada adalah Mahapatih (Perdana Menteri) yang diandalkan Majapahit saat itu. Namun Hayam Wuruk tetap kukuh pada keputusannya
. Akhirnya Berangkatlah Mahapatih Gajah Mada dengan tetap kukuh terhadap pendiriannya. Kemudian terjadi Insiden perselisihan antara utusan dari Maharaja Linggabuana dengan Mahapatih Gajah Mada. Perselisihan ini diakhiri dengan dimaki-makinya Mahapatih Gajah Mada oleh utusan Negeri Sunda yang terkejut bahwa kedatangan mereka hanya untuk memberikan tanda takluk dan mengakui superioritas Majapahit bukan karena undangan sebelumnya. Namun Mahapatih Gajah Mada tetap dalam posisi semula. Belum lagi Maharaja Hayam Wuruk memberikan putusannya, Mahapatih Gajah Mada sudah mengerahkan pasukannya (Bhayangkara) ke pesanggrahan Bubat dan mengancam Maharaja Linggabuana untuk mengakui superioritas Majapahit. Demi mempertahankan kehormatan sebagai ksatria Sunda, Maharaja Linggabuana menolak tekanan itu, dan terjadilah peperangan yang tidak seimbang yang melibatkan Mahapatih Gajah Mada dengan pasukan yang besar dengan Maharaja Linggabuana dengan pasukan Balamati pengawal kerajaan yang berjumlah sedikit, bersama pejabat kerajaan dan para menteri yang ikut dalam kunjungan itu. Peristiwa itu berakhir dengan gugurnya Maharaja Linggabuana, para menteri dan pejabat kerajaan serta Putri Citraresmi. Maharaja Hayam Wuruk menyesalkan tindakan ini dan mengirimkan utusan (darmadyaksa) dari Bali-yang saat itu berada di Majapahit untuk menyampaikan permohonan maaf kepada Mangkubumi Hyang Bunisora Suradipati yang menjadi Pejabat Sementara Raja Negeri Sunda serta menyampaikan bahwa semua peristiwa ini akan dimuat dalam Kidung Sunda atau Kidung Sundayana (di Bali dikenal sebagai Geguritan Sunda) agar diambil hikmahnya. Namun akibat peristiwa Bubat ini (mungkin dalam dunia politik sekarang dikatakan Skandal Bubat), dikatakan dalam suatu catatan bahwa Hubungan Maharaja Hayam Wuruk dengan Mahapatihnya menjadi renggang.

(Sumber- Yoseph Iskandar, "Perang Bubat", Naskah bersambung Majalah Mangle, Bandung, 1987)

 
sekedar catatan: Kanjeng Gusti Putri ratu Dyah Phytaloka Citraresmi meninggal tidak dengan bunuh diri melainkan ikut bertempur dan berhasil melukai mahapatih Gajah mada, sehingga akibatnya pertempuran bertambah sengit, sebab Gajah Mada Berduel dengan sang Putri Dyah Phytaloka, meskipun akhirnya gugur, Sang Putri berhasil melukai Tubuh gajah mada dengan Keris Singa barong berlekuk 13. Keris leluhur Pasundan peninggalan pendiri kerajaan tarumanegara, yang bernama, Prabu Jayasinga Warman. akibat luka itu, Gajah Mada menderita sakit yang tidak Bisa disembuhkan sampai akhir hayatnya.

Kejadian di pesanggrahan Bubat tersebut, tidak menghasilkan keuntungan apapun, tidak sesuai dengan perkiraan semula Mahapatih Gajah Mada, bahkan sebaliknya hubungan antara Mahapatih Gajah Mada dengan Maharaja Hayam Wuruk menjadi renggang, dengan kesatria sebagai pertanggungjawaban atas kesalahannya Mahapatih Gajah Mada mengundurkan diri sebagai Mahapatih dan mengasingkan diri di sebuah desa yang sekarang bernama desa Mada dan beliau juga harus menderita luka akibat sabetan keris Putri Dyah Pitaloka, inilah akibat yang ditanggung oleh beliau dihari tuanya sampai akhir hayat akibat hawa nafsu yang beliau ikuti. Hubungan antara Kerajaan Majapahit dengan Kerajaan Sunda menjadi renggang bahkan sudah tidak dapat disatukan kembali, seperti kaca yang sudah pecah. Kerajaan Sunda sudah tidak mempercayai kembali pihak kerajaan Majapahit, walaupun Maharaja Hayam Wuruk telah mengirimkan wakilnya untuk menyampaikan permohonan maaf kepada Hyang Bunisora Suradipati mewakili pihak kerajaan Sunda. Sampai akhirnya kerajaan Sunda memberlakukan peraturan esti larangan ti kaluaran yang isinya diantaranya tidak boleh menikah dari luar lingkungan kerabat Sunda. Sebagian lagi mengatakan yang dimaksud adalah larangan menikah dengan pihak timur negeri Sunda (Majapahit).

Sekitar kurang lebih 6 abad kejadian ini terjadi telah berlalu namun akibatnya sampai saat ini masih ada, hal ini bisa terlihat dari perihal perjodohan yang masih banyak dipegang oleh sebagian para orang tua di Sunda dalam menentukan calon suami/istri untuk anak-anaknya. Kejadian ini pula menjadi luka yang tak tersebuhkan dihati orang Sunda, sampai mereka tidak mau menggunakan nama Gajah Mada dalam kehidupan sehari-harinya seperti untuk nama jalan maupun gedung.

Mungkin jika luka yang digoreskan oleh Mahapatih Gajah Mada di hati masyarakat Sunda sudah sembuh, baru ada nama jalan Gajah Mada. Atau mungkin sudah saatnya masyarakat Sunda belajar memaafkan kejadian tersebut. Karena jika Maharaja Hayam Wuruk mengetahui bukan hanya beliau yang gagal menikah gara-gara tindakan Mahapatih Gajah Mada, akan tetapi ribuan pasang kekasih yang telah gagal atau mungkin akan gagal akibat kejadian tersebut dalam kurun waktu yang belum diketahui sampai kapan berakhir, pasti Maharaja Hayam Wuruk akan mengambil keputusan tegas untuk melarang Mahapatih Gajah Mada melakukan tindakan yang tidak kesatria tersebut.



sumber : http://www.kasundaan.org
Baca Selengkapnya....
Mahasiswa merupakan suatu golongan yang boleh dikatakan baru di Indonesia tetapi dalam perkembangannya, banyak sekali yang telah terjadi akibat kegiatan-kegiatan atau tindakan-tindakan mereka. Pada pertengahan tahun 1960-an, golongan ini menjalankan peranan yang amat besar dalam meruntuhkan orde lama yang dipimpin Presiden Soekarno dan membangun orde baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto.

Di antara mahasiswa tersebut terdapat seorang pemuda bernama Soe Hok Gie. Seorang pemuda Indonesia keturunan Cina yang berperawakan kecil tapi bercita-cita besar. Ia adalah Mahasiswa di fakultas sastra Universitas Indonesia. Tentang kelahirannya, Soe Hok Gie tidak banyak menulis, hanya singkat saja ditulisnya:


“Saya dilahirkan pada tanggal 17 Desember 1942 ketika perang tengah berkecamuk di pasifik”

Soe Hok Gie merupakan seorang cendekiawan yang ulung yang terpikat pada ide, pemikiran dan terus menerus menggunakan akal pikirannya untuk mengembangkan dan menyajikan ide-ide yang menarik perhatiannya. Dalam pemikirannya, ia tak segan-segan mengkritik jalannya pemerintahan. Tulisan-tulisannya menggugah hati pembaca, menjadikan mereka menyokong sepenuhnya pandangan-pandangan yang ia kemukakan. Jarang ada pembaca yang tidak terpengaruh tulisan-tulisannya. kritik-kritknya dalam artikel-artikel di berbagai media massa yang kritis-tajam dapat meggetarkan hati setiap kalangan, baik yang berada dalam tampuk kekuasaan maupun yang menjadi korban perubahan politik. seperti kata-katanya:”saya tidak ingin menjadi pohon bambu, saya ingin menjadi pohon oak yang berani menentang angin”. Ia dikagumi berbagai lapisan masyarakat tetapi juga sekaligus dibenci mereka yang terkena kritik-kritiknya. bahkan, tak jarang orang yang terkena kritiknya merupakan orang terdekatnya. Seperti dikutip dari catatannya:

“Guru yang tak tahan kritik boleh masuk keranjang sampah. Guru bukan dewa yang selalu benar dan murid bukan kerbau”.

Dalam pemikirannya, ia adalah golongan muda yang ditugaskan untuk memberantas golongan-golongan tua yang mengacau.seperti dikutip dalam catatannya:

“mereka generasi tua: Soekarno, Ali, Iskak, Li Kiat Teng, Eng Dje, semuanya pemimpin-pemimpin yang harus ditembak mati di lapangan banteng. Cuma pada kebenaran masih kita harapkan. Dan radio masih berteriak-teriak menyebarkan kebohongan. Kebenaran Cuma ada di langit dan dunia hanyalah palsu”.


Dalam usaha penggulingan rezim Soekarno, ia sangat berperan besar. Ia merupakan arsitek aksi “long march” mahasiswa tahun 1966. ia juga meruapakan tokoh dibalik kebangkitan angkatan 66. setelah rezim Soekarno terguling dan digantikan oleh rezim Soeharto, ia sangat berharap agar pemerintahan orde baru mengembangkan dan memperkuat keadilan sosial. Justru untuk memperkuat orde baru ia tidak segan-segan melancarkan kritikan pedas terhadap segala sesuatu yang menurut anggapannya tidak dapat dibenarkan dan tidak wajar.

Sebagai seorang manusia,dia juga mengalami suatu rasa, yaitu cinta. Sejak masih sangat muda ketika berumur 14 tahun dia sudah berfilsafat tentang cinta. Ketika menginjak usia 17 tahun dia hampir-hampir secara tandas mengambil kesimpulan , entah dari mana penalarannya, bahwa cinta itu tidak ada. Atau untuk lebih jelas cinta dalam perkawinan tidak ada, yang ada hanyalah nafsu kelamin belaka yang dibumbui cerita manis, karena itu indah. “cinta murni lebih baik masuk keranjang sampah”.

Kemudian ketika umurnya makin meningkat menjadi 19 tahun kesimpulan yang sama diberikannya pula dengan ketandasan baru dan kontan:”cinta = nafsu”, titik!.Namun ini hanya berlangsung sebentar saja, karena lama-lama dia sendiri juga menjadi sangsi.

“aku kira ada yang disebut cinta yang suci. Tapi itu cemar bila kawin. Aku pun telah pernah merasa jatuh simpati dengan orang-orang tertentu, dan aku yakin itu bukan nafsu”.

Sampai akhir hayatnya, dalam catatan hariannya disebutkan ada 3 nama perempuan yang senantiasa dikatakannya, hubungannya dengan mereka bukan hubungan biasa. Namun orang tua perempuan atau perempuan tersebut menolaknya. Dengan alasan agama lain, bangsa lain dan seterusnya. Semuanya selalu memberikan lampu merah.

”mereka orang-orang tikus ini, senang pada saya karena saya berani, jujur dan juga berkepribadian. But not more than that. Pada saat mereka sadar bahwa saya ingin menjadi in group mereka, mereka menolak”.


Namun apapun yang terjadi dia senantiasa bersiteguh untuk tetap menjadi dirinya sendiri. Kadang-kadang dia marah kepada dirinya sendiri mengapa dia harus mempedulikan semua ”manusia tikus” semacam ini. Karena itu pula dia menulis:

Manisku, aku akan jalan terus.

Membawa kenangan-kenangan dan harapan-harapan.

Bersama hidup yang begitu biru.


Dan juga ia menulis:

Mari sini sayangku.

Kalian yang pernah mesra, yang pernah baik dan simpati padaku.

Tegaklah ke langit luas atau alam yang mendung.

Kita tak pernah menanamkan apa-apa, kita tak’kan pernah kehilangan apa-apa.


Selain sebagai seorang idealis, ia juga gemar mendaki gunung. Ia mengutip kata-kata seorang penyair bernama Walt Whitman:

“now i see the secret of the making of the best person
it is grow in the open air
and to eat and sleep with the earth”.


Ia berpikir bahwa naik gunung adalah cara untuk membentuk dirinya menjadi seorang yang terbaik. Dia bersama kawan-kawannya membentuk perkumpulan Mapala atau Mahasiswa Pecinta Alam ( Mapala UI Sekarang ).

“kami jelaskan apa sebenarnya tujuan kami. Kami katakan bahwa kami adalah manusia-manusia yang tidak percaya pada slogan-slogan. Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi dan slogan-slogan. Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal obyeknya. Dan mencintai tanah air indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung”.Soe Hok Gie “Menaklukan Gunung Slamet”.kompas, 14 september 1967.

Dalam pemikirannya, disana seluruh bumi membuka diri, kaki langit tertancap teguh di seputar dirinya dan ia menatap kaki langit tanpa rintangan karena tidak ada yang lebih tinggi dari puncak. Disana ia merasa bersih dan ia membersihkan dirinya.

Soe Hok Gie seorang idealis, nasionalis dan seorang demonstran. Kritik-kritik yang dilontarkan oleh Soe Hok Gie dilancarkan atas pemikiran yang jujur dan itikad baik. Ia tidak selalu benar, tapi ia selalu jujur. Tetapi sayang sekali pemuda yang penuh cita-cita ini meninggal pada usia yang masih sangat muda. Yaitu pada usia 27 tahun. Ia meninggal sesuai dengan keinginannya, “bahagialah mereka yang mati muda”. Ia meninggal pada tanggal 16 Desember 1969 sehari sebelum hari ulang tahunnya. Ia meninggal di puncak Gunung Semeru akibat menghirup gas beracun dipangkuan sahabat karibnya sesama pecinta alam, Herman Lantang. Harian Kompas menyambut kematiannya dengan tulisan:

“dengan hati yang patah karena sedih kami menerima kabar tentang meninggalnya soe hok gie, ketika mendaki gunung semeru. Seorang pemuda yang luar biasa telah meninggalkan kita. Luar biasa dalam banyak hal. Cerdas, brilliant, jujur dan terbuka. Seorang idealist yang murni. Dengan perasaan keadilan yang tajam. Suatu manusia yang berjiwa bebas. Dan semuanya ini dihias dengan keberanian yang luar biasa pula”.kompas,22 Desember 1969.in memorian Soe Hok Gie.

Pada tanggal 22 Desember 1969 Soe Hok Gie dimakamkan di pemakaman Menteng Pulo, Jakarta, diiringi isak tangis keluarga dan gadis-gadisnya yang tak pernah tergapai dalam hidupnya. 2 hari setelah ia dikuburkan dengan alasan jauh dari keluarga, kuburannya dibongkar dan dipindahkan ke pekuburan Kober. Tanah Abang. Namun jenazahnya belum aman. Pada tahun 1975, keluarlah keputusan gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin, untuk membongkar pekuburan kober karena akan dibangun suatu bangunan. Maka jenazah soe hok gie yang berupa tulang berulang, harus diangkut lagi dari sana. akhirnya pihak keluarga memutuskan unuk mengkremasi jenazahnya. Diantara kawan-kawannya yang menghadiri upacara kremasinya, ada yang kebetulan ingat kata-kata Soe Hok Gie, bahwa kalau ia meninggal, sebaiknya mayatnya dikremasi dan abunya disebarkan ke gunung. Dengan pertimbangan itu, abu jenazahnya dibawa ke gunung dan disebarkan di Gunung Pangrango, Jawa Barat.

Measkipun begitu, dalam waktu singkat dari kehidupannya, banyak sekali yang telah dilakukannya bagi bangsa dan negaranya. Hingga saat ini, harapan Soe Hok Gie tentang pemerintahan Indonesia yang bersih dari korupsi dan kehidupan politik yang tidak berpihak pada golongan, ras atau agama belum terwujud.
Baca Selengkapnya....

share

About